Showing posts with label Cerita Mengharukan. Show all posts
Showing posts with label Cerita Mengharukan. Show all posts

10 March 2013

39. Cerita Mengharukan Ali

Mungkin sahabat FP CM sesekali sering berkhayal tentang dirinya yang disayangi ataupun yang dicintai. Sampai-sampai khayalan itupun kadang berubah menjadi nyata sesaat bergulirnya waktu. Diceritakan "!!Sebut saja namanya "Ali" . Tepatnya waktu dia pun merenungi dirinya sambil merebahkan badannya dikamar kecilnya.

Sesekali dia berfikir untuk mendapatkan hati wanita yang dia cintai. Kini diapun merenungi hatinya yang tertuju pada seorang wanita disana. Dia berkata "Beribu cinta yang dimiliki tak pernah terjalin indah hanya engkaulah bunga jiwaku penghias cahaya dihati akankah yang aku ucapkan seindah dan tersirat untuknya".

Kemudian hari dan waktu pun berjalan tepatnya di malam minggu Ali pergi dengan temannya untuk refresh sejenak masalah cintanya yang kemarin membungkam tak terpecahkan. Sesaatnya dijalan dia bertemu dengan Cimon dulu yang telah lama tak bertemu. Berharap sudah sekilas kilat.

Diapun hanya menyapa "haii Ali". Dalam benaknya sungguh Ali sedih karena dulu dia tidak bisa menjadi yang terbaik untuk dirinya yang kini telah bersama orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Mungkin FP CM pernah merasakan apa yang telah dialami seperti Ali bertemu dengan mantan pacarnya dulu, Senang atau terharu atau bisa tak suka.

Lanjut cerita dia pun duduk mengenang dirinya di taman kota. Lama waktu dia duduk di taman kota!! Diapun berkhayal tentangnya, jika "seandainya si cewek itu ada disampingnya akan mengungkapkan semua isi hatinya yang masih mencintai dan berharap si cewek itu kembali di pelukannya.

Tuhan pun dengan kehendaknya si Ali dan si cewek (Cimon) itu dipertemukan kembali di taman kota. Tiba-tiba Ali pun terkejut mengapa yang dia fikirkan itu menjadi nampak nyata dan ada di hadapnya. Cewek itupun menangis dan menceritakan semua kepada Ali. Tetes air matanya pun seolah menandakan kalau dia sudah tak sejalan lagi dengan lelaki yang dia cintainya.

Kemudian, Ali mencoba menghiburnya dan menceritakan kembali kenangan manis waktu dulu dengan si cewek itu. Kenangan kecil menjadi kisah klasik yang Ali ceritakan seolah membuat si cewek itu kembali teringat dan tersenyum kembali.

Hati Cimon itupun seolah luluh kembali atas apa yang telah diceritakan kenangan manis dulu bersamanya. Seolah percakapan mereka berdua kini bagai bunga yang telah mekar kembali. Ali pun berkata "selama ini kita telah dipisahkan!! Apakah kamu mau kembali menjalani hidup dengan diriku? Cimon terkejut dan terlihat bingung.

Cewek itu pun ternyata mengingat kembali janji yang dulu dia ucapkan pada dirinya "mungkin waktu akan pertemukan kita kembali dan aku janji akan ada dihidupmu entah kapan waktunya". Setelah mengingat kata-kata itu sang cewek pun mau menerimanya kembali. Setelah cinta Ali kembali dan khayalan yang Ali impikan ingin kembali dipelukannya itu nyata.

Akhirnya Ali pun menghembuskan nafas terakhirnya saat memeluk sang cewek itu di pelukannya, cewe itupun menangis tersendu. Ternyata selama itu Ali menderita penyakit yang sudah di deritanya sejak masih kecil dan divonis meninggal oleh dokter. Sungguh khayalan yang nyata dan berakhir kesedihan bagi si cewek itu yang selama itu tak mengetahuinya yang telah di derita Ali.

FP CM banyak hikmah yang kita ambil dari cerita tersebut. Tentunya jagalah hati orang yang kita sayangi dulu. Mungkin saja orang yang dulu itu akan hadir lagi di kehidupan kita jika tuhan mengkehendakinya. Selesai.

Like Bagikan :)

10 March 2013 by Admin · 0

09 March 2013

38. Cerita Mengharukan Lilin Cinta Buat Rahma (Part2)

cerita dari sahabat CM @tyok jantra mahardika
thanks tyo :)

Kata orang crita ini kok mirip sinetron ya,,,tapi memang ini kenyataanya. Kisah ini nyata,kisah tentang seseorang yg penuh luka di hatinya. crita ini sambungan dari part1,bukanya aku mau mengumbar aibku sendiri,tp aku hanya ingin mencurahkan semua rasa sesak yg ada dalam hatiku setelah bertahun2 aku tak bisa lepas dari bayang2 masa lauku,,,

beberapa minggu setelah Rahmamemberi keputusan itu,hati kami seperti ingin menyatu kembali. sampai2 Rahma punpernah bilang kepadaku,,,

"mas,,,,aku mau di nikahkan dgn Ito,asalkan anakku tetap dari hubungan kita berdua.". kata2 itu tak cuma dia ucapkan kepadaku,Rahma juga pernah bilang ke teman & tetangganya tentang ini. Aku pun slama ini juga mencari tahu tentang Rahma,dan dari smua informasi teman & tetangga Rahma, smua yg mereka katakan kepadaku sama. Dulu Rahma mengambil keputusan itu bukan karena terpaksa,bukan dari kesadaranya sendiri. Bahkan sahabat dekat Rahma pernah bilang,,,

" Aku yakin banget mas, itu bukan Rahma..! Memang itu fisik dan sosok Rahma,tp aku rasa itu benar2 bukan Rahma. Rahma nggak seperti biasanya,Rahma beda sekali dengan Rahma yg ku kenal. Dia seperti bukan Rahma yg dulu aku kenal".

Dari informasi teman2 lainya di sekolah,Rahma lebih banyak menangis dari pada mengikuti pelajaran. Hari2nya di sekolah dihabiskanya di rusng UKS,bahkan para guru pun sampai binging gimana cara mengatasi Rahma. Sempat beberapa kali orang tua Rahma di panggil kesekolah untuk masalah ini. Tp apa yg terjadi,,??? orang tua Rahma malah pura2 tidak tahu soal ini,bahkan sampai rumah Rahma masih kena marah.Tetangganya juga punya pendapat tentang masalah ini,kata mereka,Rahma sekarang jauh berbeda dengan Rahma yg dulu. sering terlihat Rahma didepan atau di belakang rumah dengan pikiran kosong. Kalau dulu nRahma selalu ramah dengan para tetangga,sekarang jangankan senyum,menyapa tetangganyapun Rahma sudah tak pernah. Ada yg bilang juga,," seprtinya Rahma terkena guna2 orang tuanya sendiri ".

percaya gak percaya, sekarang Rahma memang begitu adanya. Entah karena depresi atau memang benar terkena guna2 dari orang tuanya sendiri. Aku hanya tak rela jika Rahma terus2an seperti itu. Akhirnya aku juga pilih jalan belakang,kalau mereka paki jalan belakang,kanapa aku gak bisa,,??? Aku juga berdo'a untuk Rahma, agar Rahma kembali seperti dulu. Ceria seperti dulu,dengan segala kesadaranya. Setelah beberapa hari,Rahma pun kembali dengan kesadaranya,tp tetap saja hari2 Rahma masih dihiasi dengan segala tangisan kepedihan hidupnya.Aku hanya bisa berbuat itu,sekarang aku bisa apa,,?? Aku sendiri tak berdaya disini,aku sungguh kehilangan semua tenagaku. Hatiku sendiri masih sangat hancur karena masalah ini,bahkan sampai sekarang.

Di saat aku terus terpuruk dengan keadaanku,datang seorang gadis yg mampu bantu aku tuk bangkit dari semua ini. Biarpun aku tak kan bangkit seperti dulu, setidaknya dia bisa bantu aku tuk lebih bersemangat tuk lanjutkan perjuangan hidup. Namanya Angel,aku kenal dia dari temanku. Angel juga satu sekolah dengan Rahma,bahkan banyak yg bilang Rahma dan Angel tak pernah akur dari klas 1 SMA sampai kelas 3 SMA. tp yg ada dipikiranku saat itu masa bodoh,karena hanya Angel yg bisa beri semangat di hidupku saat ini. Sementara teman,sahabat,atau bahkan keluargaku sendiripun tak mampu tuk buatku angkit dari masalahku.mungkin tuhan mengirimkan Angel tuk bantu aku dalam masalah ini,karena tuhan tak kan memberi cobaan melabihi kemampuan hambanya sendiri. Usiaku Angel memang masih di bawahku,dia belom ada 17tahun dan aku sudah 22 tahun. tpi dia punya sisi kedewasaan yg mampu bantu aku tuk bangkit. Kta angel,dia tahu aku sejak dari kelas 1 SMA,bahkan dia tau aku pernah melatih atlit silat untuk sekolah SMA lain. Angel juga tahu dulu aku sering anter Rahma berangkat sekolah. Semakin lama kami semakin dekat,tak terasa sudah 6bulan aku dekat dengan Angel. nonton,hankout,pantai,seakan dia tahu dimana tempat yg bisa buat aku lupa akan semua masalahku. tp dimna ada kebhagiaan,disitu jg pasti ada kepedihan. itu pula yg kami alami,saat itu aku beli baju untuk Rahma,dan Angel juga tahu itu. Aku juga mnta pendapat Angel kalau aku mau beli baju buwat Rahma,dan Angel pun bilang gak apa2. Krena itu memang janjiku ke Rahma sebelum aku akhiri hubunganku dengan Rahma.tp setalah itu,aku malah gak dapat kabar sama sekali dari Angel selama 4 hari. PAgi sampai malam biasanya Angel slalu smsm ataupun tlpon,tapi kali ini Angel benar2 menghilang. Karena aku khawatir,aku coba datang kerumah Angel. Disana dia hanya banyak terdiam,aku ajak ngobrol,bercanda pun Angel hanya terdiam. Akhirnya setelah aku bujuk,Angel menjelaskan smuanya. Dia sangat kecewa karena aku mau membelikan baju buwat Rahma. Aku juga kasih penjelasan kalau aku hanya menepati janjiku ke Rahma. Dengan hisak tangis angel mengatakan sesutau kepadaku,,,," Sekarang gini mas,,,, cewek mana yg gak sakit hati kalau melihat cwok yg dia sayangi jalan bareng dgn cwek lain sekaligus beli baju buwat cwek itu,,???"

Mendengar kata2 Angel aku sepert orang paling bodoh di dunia, kenapa aku gak menyadari kalau ada seseorang di sampingku yg begitu perhatian. setelah aku beri penjelasan panjang lebar,Angel pun mau menerima semuanya. tp apa mau dikata,Angel sudah terlanjur memilih seseorang tuk isi hidupnya karena rasa cemburunya yg terlalu besar. Sempat dia mau menelpon cwoknya tuk mengakhiri hubungan mereka yg baru 2 hari,tp aku gak mau itu terjadi. Aku tau rasanya jika aku jadi cwok itu,aku prnah juga jdi yg tersakiti. Aku yakinkan ke Angel,sipa tahu memang dia yg terbaik buwat kamu saat ini,dan mungkin slamanya. Angel pun menerima smua itu,biarpun akhirnya hubungan mereka hanya bertahan 1 bulan saja. Sebenarnya kalau kamu tahu Angel,aku juga sayang sama kamu. Tp aku masih belum bisa menerima siapapun di hayiku,aku takut kalau akhirnya aku buwatmu sakit. Aku hanya bisa katakan maaf padamu,kamu yg pernah bisa jadi dewi penolongku,kamu yg mampu bangkitkan aku,kamu hadir di saat aku sedang terpuruk dalam kepedihan,karena itu aku gak mau buwat kamu sakit. Terima kasih buwat segalanya,,,Angel...kau kan slalu tersimpan dlam kenangan manisku. kamu tetap MY LITTLE ANGEL....Terima kasih buwat segalanya...

KEmbali ke cerita Rahma,setelah aku pelan2 menjauh dari Angel aku kembali kontak dengan Rahma. SEkarang Rahma hamil 1 bulan,dan itu adalah hasil dari hubungan sembunyi2ku dengan Rahma. Padahal saat itu Rahma masih sekolah klas 3 SMA. tp memang itu yg di inginkan Rahma. Bahkan pihak seklah pun tahu tentang itu,sekolahpun memberi toleransi atas masalah Rahma. setelah lulus usia kandungan Rahma sudah 4 bulan,dan kami masih berhubungan secara sembunyi2 sampai usia kandungan Rahma hampir 6 bulan. beberapa hari kedepan Rahma akan menikah dengan Ito. Terakhir aku katakan ke Rahma " sampai di sini saja hubungan kita dhek,aku gak mau di cap sebagai perusak hubungan rumah tangga orang setelah kamu menikah nanti". tapi aku akan salalu ingat kamu dan anak kita,aku kan ikut membiayai walau dari jauh dan sembunyi2,aku hanya ingin kalian bahagia tanpa bayang2ku lagi. Aku kan pergi jauh dari sini,kelak aku ingin melihat kalian dengan senyum manis. Walaaupun dalam 2 tahun ini hatiku tetap menangis,walau hatiku meronta mengenang kalian.Bahkan para sahabatku pun ikut menangis mendengarkan curhatku ini,dan hanya bersama sahabat serta Angel aku bisa curahkan semua sambil menangis lepas di hadapan mereka.

TERIMA KASIH PARA SAHABATKU,KALIAN MEMANG HEBAT,KALIAN KAN SELALU JADI ORANG TERHEBAT DALAM HIDUPKU,,,

"AKU JANJI,AKU KAN JADI LEBIH TEGAR UNTUK KEDEPANYA,BIARKAN LILIN YG DULU PERNAH KUNYALAKAN PADAM TERTIUP ANGIN TOPAN,BIARKAN PRAHUKU YG DULU KARAM DI TERJANG GANASNYA OMBAK LAUTAN,SEKARANG KAN KUBANGUN SEBUAH BENTENG BAJA DALAM HATIKU UNTUK KALIAN"

SEKALI LAGI TERIMA KASIH.....

 Ini cerita sahabat kita tyok mana ceritamu :)

Like Bagikan :)

09 March 2013 by Admin · 0

08 March 2013

37. Cerita Mengharukan Lilin Cinta Buat Rahma (Part 1)

cerita dari sahabat CM @tyok jantra mahardika
thanks tyo :)

Cerita ini real,nyata,dan ada di kehidupan dunia fana ini. Ini tentang perjalanan hidupku yg haus akan kebahagiaan. Dari kecil aku sudah di didik oleh kerasnyadunia,dan aku hampir tak tahu apa itu arti dari kata KASIH SAYANG. Bahkan itu tak ku peroleh dari orang tuaku sendiri. Apa salah dan dosaku di masa silam,,??? Hingga aku harus terima semua ini. aku juga nggak pernah minta untuk di lahirkan, sampai2 sekarang hatiku tlah terbentuk seperti sekeras batu karang.Sampai pada suatu saat aku bertemu dengan seorang gadis yg bisa merubah segalanya dlam hidupku. Seorang gadis tomboi yg bisa merubah hatiku yg sekeras batu berubah menjadi selembut kapas,,,. Namaku dyka, mungkin aku adalah orang yg paling beruntung sekaligus orang yg paling nggak beruntung di dunia ini.
Haha...aneh kedenganya kan,,?? Tp itulah kenyataanya, aku beruntung karena aku pernah kenal dgn yg namanya kasih syang dari seorang gadis tomboi bernama Rahma. Dan aku gak beruntung, karena pada akhirnya dia pergi meninggalkan luka menganga dalam hatiku,,,. Akhir tahun 2004..! Pertama kali aku mengenal Rahma, pertemuan yg bagiku itu cuma pertemuan biasa saja. seperti aku bertemu dgn orang2 yg lainya, karena waktu itu aku belum tahu apa itu kasih sayang.

Hari berganti hari,bulan berganti bulan,kamipun semakin dekat, lebih dari teman dekat,bahkan sahabat. Memang benar kata orang, awalnya sekedar teman,lalu jadi sahabat,dan berlanjut jadi pacar. 16 maret 2005 jam 21.05 WIB...!!! Aku ingat betul waktu itu,itu tanggal,bulan,tahun,dan jam dimana 2 hati anak manusia dipertemukan dlam ikatan cinta. Dan itu menjadi waktu yg terindah dalam kami. Tp keesokan harinnya aku harus berangakat ke Surabaya untuk panggilan kerja. Saat itu tersibak senyum dan tetesan airmata di wajah Rahma. tp aku harus pergi tuk jemput masa depanku kelak. berat rasa hatiku tuk tinggalkan Rahma, tp sekali lagi aku memang harus pergi.

Rahmapun terjatuh dalam pelukanku, terdengar suara tangis sendu Rahma. terasa tetesan airmata Rahma yg jatuh mnetes ke dadaku. Dan aku bisikan kepada Rahma " nggak apa2 dhek,aku pasti kembali untukmu. mas sayang banget sama kamu dhek...!!". setelah mendengar kata2ku barulah rahma melepaskan pelukanya. Waktu terus berjalan dengan iramanya. Hubungan kamipun semakin jauh juga, bahkan banyak orang berkata kalau kami sudah menikah...haha.... Mendengar kata2 orang seperti itu,aku dan Rahma cuma bisa berdo'a semoga bisa jadi kenyataan. Sebab kata adalah do'a,tp kadang kenyataan tak seperti apa yg kita harapkan. Bahkan kenyataan bisa lebih pahit dari harapan kita sendiri. Sebab dunia ini kejam, tak peduli siapapun orangnya cobaan akan slalu ada datang. Seperti ombak lautan ganas yg tak segan2 menghantam prahu sang nelayan. Septembaer 2009..!! Akhirnya ombak besarpun menrjang prahu cinta kami. Setalah banyak cobaan dan ujian berhasil kami lalui, kami di hadapkan dengan masalah yg membuat prahu cinta kamipun akhirnya karam diterjang ganasnya ombak kehidupan. Cobaan ini datang dari orang ketiga yg sebut saja namanya Ito, dia bukanlah orng seumuran ku. Dia adalah teman dari bapaknya Rahma, umurnya juga sudah hampir 60 tahun. Berawal dari di adakanya resepsi pernikahan kakaknya Rahma, dan semua biaya resepsi itu di tanggung oleh Ito. Sebenarnya akupun sudah bisa merasakanhal yg ganjil dlam masalah ini, seperti ada udang di balik batu. Ito seperti menginginkan sesuatu dari keluarga Rahma... Dari caranya membantu dan caranya memberi sesuatu ke keluarga Rahma kalau yg minta bukan Rahma,nggak bakal di beri.

Bahkan aku pernah bilang ke Rahma,,, " hati2 dhek,,,kelihatanya ada maksud tersembunyi dia mau bantu semua ini". Rahma coba menenangkanku dan menjawab " ngak apa2 mas,,,Rahma cuma anggap dia kayak bapak Rahma sendiri..." Lalu ku jawab dengan agak khawatir,, "tp dhek,,kamu bisa saja anggap dia kayak bapak kamu,tp pa dia juga menganggap sperti itu,,?? Apa dia gak berharap lebih sama kamu,,???" Lalu Rahma cuma jawab " nggak pa2 mas,,,,percaya ma adhek,,," Jawaban Rama memang membuwat aku jadi agak tenang bercampur khawatir juga,jika suatu sat apa yg aku khawatirkan ini terjadi. Tp ya sudahlah,,,aku cuma bisa berdo'a agar smua yg aku pikirkan nggak akan terjadi pada kami. Akhirnya hari resepsi pernikahan kakaknya Rahmapun tiba. Suasananya penuh dengan keramaian kebahagiaan, tp aku malah merasa kesepian. Aku malah merasa semakin jauh dgn Rahma. Selang beberapa hari Rahma pamit mau menghadiri acara ulang tahun temen sekolahnya. Saat itu Rahma memang masih duduk di kLas 3 SMA. Aku cuma berpesan sama rahma, " hati2 ya dhek,,,!!! Nanti jam 8 malem pulang ya,,?? Mas ma ajak adhek makan malam di luar...". Tp setelah itu malah nggak ada kabar dari Rahma, aku coba telfon beberapa kali malah hp Rahma nggak aktif. Aku tunggu Rahma sampai jam 11 malam,tp nggak ada tanda2 Rahma pulang.

Sampai akhirnya jam 11.30 malam Rahma pun pulang dengan langkah gontai kosong tanpa makna.Dengan perasaan lega bercampur khawatir aku bertanya ke Rahma,,, "dari mana dhek,,?? " Rahma cuma menjawab " dari rumah temen mas,aku cuma ingin menenangkan pikiran aja,," aku tanya lagi..." memang ada masalah apa..??? kalau adhek masih sayang mas,harusnya adhek bisa jujur sama mas,,," Setelah lama terdiam,Rahma pun berkata,,, " aku sudah gak kuwat mas,,aku gak mau kalau setiap Ito kerumah,bapak slalunyuruh aku nemeni & nglayani dia,,,memangnya dia siapaku..???" Mendengar kata2 Rahma aku Langsung terhenyak,berarti apa yg slama ini aku pikirkan memang benar adanya...tapi untuk memastikan smua itu,aku harus tanya langsung ke bapaknya. Setelah Rahma aku suruh masuk untuk istirahat,aku ajak bapaknya ngobrol dan aku menaynyakan masalah tadi. bukanya dapat dukungan setelah aku bilang semuanya,malah Rahma kena marah bapaknya.

Kemarahan bapaknya itu sekaligus mempertegas kalau rencana menjodohkan Rahma dgn Ito memang benar adanya.... Aku akui,,,memang aku kalah kaya dgn Ito,tp setidaknya hartaku hasil dari keringatku sendiri sedangkan Ito harta dari wanita simpananya. Tp yg paling aku gak habis pikir,knapa orang tua Rahma bisa gelap mata mau menjual naknya demi harta. Seandanya keluarganya bilang ke aku,kalu cuma mengganti hutang merekapun aku bisa banget. tapi mereka tak pernah bilang mau memutuskan semunya ke aku.jangankan aku,ibuku pun sampai shock mendengar semua ini. Kupun sempat berpikir,,, apakah dengan uang semuanya bisa di beli..?? apakah dengan uang semuanya bisa jadi mudah..?? apakah hanya dengan uang kebahagiaan bisa di dapatkan,,??? dan apakah dgn uang pula,harga diri manusia bisa dibeli,,??? lau apakah dgn uang pula kesetiaan bisa di beli,,??? JAMAN SUDAH EDAN Setelah kejadian itu aku merasakan ada tekanan berat dalam hatiku. Di satu sisi aku gak rela kalau harus pisah sama Rahma, di satu sisi lagi aku kasihan dgn Rahma. Lalu aku mengambiL keputusan terberat dala perjalanan cintaku. Kami putuskan untuk mengakhir hubungan kami. Satu minggu berlalu,kami merasa gak bisa kalau harus pisah. Akhirnya kami lanjutkan hubungan kembali walaupun tu cuma lewat belakang. Kami lakukan ini karena kami masih terlalau sayang satu sama lain. Hampir setiap hari Rahma selalu menangis,sedangkan aku seperti tak punya kekuatan yg aku banggakan seperti dulu.

Aku sungguh tak berdaya menghadapi cobaan ini ya aLLah... aku pernah ajak Rahma untuk keluar dari smua ini. aku ajak dia pergi menjauh dari semunya yg ada disini,dan ibuku pun meng amini,,,tp saat itu Rahma punya jawaban lain,dia memilih menuruti orang tuanya,dia ingin membahagiaan kan orang tuanya dgn cara mengorbankan kebahagiaanya sendiri. Akhirnya setelah satu bulan kami lanjutkan berlayar,prahu kami benar2 karam di terjang ombak lautan ganas. kata2 Rahma pun masih ku ingat jelas di telingaku kala memberi keputusan terakhirnya,,, " mas,,,terserah mas kalau nanti keputusanku membuat mas sakit hati,membuat mas benci & jijik sama adhek, itu semua hak mas,,,adhek trpaksa mnuruti orang tua adhek tuk di jodohkan sama Ito,mungkin adhek bukan yg terbaik buwat mas,mungkin mas akan dapatkan yg jauh lebih baik dari adhek kelak,smua ini pasti ada hikmahnya bwat kita,juga kluarga adhek kelak,,,sekali lagi adhek benar2 mnta maaf mas...??? adhek juga berterima kasih sama mas,karena slama ini adhek bisa rasain susah dan senang sma mas,,adhek bahagia banget bisa knal dan rasain cinta mas,,rasa sayang adhek nggak kan pernah hilang buat mas,,," mendengar kata2 Rahma aku seperti kehilangan semua tenagaku. Aku lemah, aku seperti sudah tak berguna lagi. tp apaun itu,itulah keputusan Rahma.

Selama Rahma bahagia,akupun berusaha bahagia untuknya. Meskipun sebenarnya hatiku sudah hancur berkeping-keping. Andai aku bisa memilih tuk jadi apa buwat Rahma,aku ingin menjadi lilin untuk kehidupanya... biarlah ragaku hancur,asal aku bisa menerangi gelapnya jlan dan hati Rahma.Sampai kapanpun kau kan slalu tersimpan jauh dlam lubuk hatiku Rahma. karena hanya kamulah yg sanggup uluhkan hatiku yg keras dulu.Semua kan ku kenang dlam memory hidupku, kan kubawa pergi jauh dari hidupmu Rahma. Semoga kau kan bahagiadgn apapun keputusanmu,tp biarpun aku tak lagi bisa memeluk tubuhmu,tak lagi bisa melihat wajahmu,dan tak lagi bsa bersamamu, kau kan slalu ter simpan jauh dlam lubuk hatiku dan di dlamnya kn slalu ada kasih sayang dan do'a yg terpendam untukmu dak juga anakmu,,, Simpan saja semua kenangan indah kita dulu, jadikan bayang2ku sebagai lilin dihatimu, jadikan itu kenangan terindah kita berdua...karena kelak kita pasti berjumpa lagi,dan aku tak ingin lagi melihat air mata menetes dari matamu,,,,

,,,,YOU'RE MY BEST MEMORY,,,,,

Menuju ke part 2 hal

08 March 2013 by Admin · 0

07 March 2013

36. Cerita Mengharukan Lanjutan (Bagian Akhir/ Tamat)

Lanjutan dari Halaman 35:

Hari ini adalah hari yang terakhir bagi Putri dan Andika untuk mengunjungi Tari. Pagi-pagi besok keduanya akan bertolak ke Jakarta, sebab libur mereka telah habis. Sangat berat terasa kepada mereka akan meninggalkan Tari, apalagi oleh karena penyakitnya yang rupa-rupanya makin bertambah parah. Dokter sudah berbisik kepada Andika, bahwa penyakit Tari sudah susah untuk mengobatinya. Dinyatakan kekhawatirannya kalau usahanya hanya sia-sia.

Bagi Tari perpisahan dengan kedua orang yang dicintainya itu lebih berat lagi. Meskipun penyakitnya tiada menjadi ringan barang sedikitpun, tetapi dalam seminggu ini tiada terkata-kata bahagia rasa hatinya setiap hari bisa bertemu dengan tunangannya dan kakaknya itu. Dan sekarang waktunya ia akan di tinggalkan Andika dan Putri itu, betapa amat pilu rasa hatinya dan berbagai-bagai pikiran menghantui dirinya.
Dari tempat tidurnya Tari memandangkan matanya keluar jendela. Keindahan permainan benda di langit datang mendorong kalbunya tiada tertahan-tahan lagi. Dan sedang di lamun kesedihan perpisahan dengan kedua orang yang di cintainya itu. Lebih-lebih terasa kepadanya perbedaan keadaan dirinya dengan keindahan tamasya alam di sekelilingnya.Tetapi meskipun demikian sekejab tertarik terhanyut juga hatinya yang pemuja keindahan itu oleh kepermaian pemandangan ketika itu, sehingga sebelum dapat di insyafkannya telah keluarlah dari mulutnya antara kedengaran atau tidak “Alangkah indahnya tamasya di senja ini, coba kalau saya masih bisa menikmatinya pasti akan saya rasakan ….”
Mendengar ucapan Tari itu Andika dan Putri sejurus memalingkan matanya ke luar jendela dan keindahan alam pada pertukaran siang dan malam itu masuk kedalam kalbu mereka mendalamkan perasaan sayu dan pilu akan perpisahan yang amat lekas, tiada dapat ditunda lagi.
Andika mengeluarkan arlojinya dan dari mulutnya keluar seperti riak air yang tiada berarti dan bermakna.” Lima belas menit lagi pukul enam.”

Di tundukannyalah kepalanya melihat ujung sepatunya. Sekejap lamanya diangkatnya pula mukanya dan iapun melihat kepada kekasihnya yang terbaring di tempat tidur. Pada saat itu bertemu matanya dengan mata Tari yang kebetulan sedang mengamat-amati perangai tunangannya itu. Senyum yang di paksa membayang pada muka yang berjorokan tulang itu menyerupai seringai dan berat mengeluh selaku setelah perjuagan batin yang hebat itu.

Andika berdiri pula sambil mengeluarkan arlojinya dan dari mulutnya keluar kata-kata” tinggal dua menit lagi pukul enam.” Kedua-duanya berdiri tegak dekat kepala Tari untuk mengucapkan selamat tinggal. Sama-sama mereka bersungguh-sungguh memberi nasihat kepada Tari supaya jangan menuruti hatinya, ia jangan sekali-kali berputus asa. Sekali lagi Putri dan Andika memberi nasihat kepada Tari, sekali lagi mereka mengatakan bahwa ia mesti sembuh, maka diucapkan merekalah” selamat tinggal kepada juru rawat dan Tari.”

Dalam senja raya yang sejuk itu berjalanlah orang berdua itu dengan tiada bercakap-cakap barang sepatah katapun. Diseluruh tanah pegunungan itu malam telah mulai menyiratkan gelapnya. Mega hanya tinggal kekelabu-labuan dan disana-sini masih tampak kekabur-kaburan warna ungu lembayun, laksana jejak cahaya matahari yang telah turun dibalik gunung padu perkasa yang biru hitam rupanya. Di langit bertambah lama bertambah banyak kelihatan bintang kemilau mengerlip memandang dunia.
Andika dan Putri terus berjalan ke bawah menuju auto yang akan membawa mereka kembali ke rumah. Berbagai-bagai pikiran dan perasaan mengacaukan jiwa mereka. Waktu terus berjalan. Keresik gugur, gugur ke bumi dan puncak muda memecah, memecah pula di ujung dahan.” Hhuuhh…. Alangkah lekasnya waktu berjalan…..”
Hari masih pagi-pagi dan di perkuburan dekat kota Baru, tiada beberapa jauh dari rumah Andika sunyi senyap. Tempat manusia melepas lelahnya setelah perjuangan hidupnya itu, ketika itu tempat beristirahat yang sunyi dan aman. Tak ada suatu bunyi ataupun suara yang ganjil yang mengusik ketenangan yang mulia dan kudus itu.

Dari kejauhan terlihat dua orang anak muda datang sambil membawa untaian bunga mawar yang indah.mereka tidak lain adalah Andika dan Putri. Mereka datang ke kuburan itu hanya untuk berjiarah ke makam orang yang sama-sama di cintainya itu.
Pada batu nisan pualam putih terlukiskan sebuah nama yang tiada lain adalah Tari.
“Tari berpulang 10 Januari 1992.”

Ia wafat dalam usia yang ke 22 tahun.
Tidak lama kemudian, perkebunan itupun sepi kembali tanpa ada satu suarapun. Sementara itu,Putri dan Andika telah beranjak pergi meninggalkan perkuburan itu, walaupun berat hati kedua orang itu meninggalkan tempat itu. Terus, auto mereka melancar, berbelok-belok menurun kebawah ke tempat kerja manusia di tengah-tengah perjuangan dengan sedih dan senangnya………….

TAMAT

Semoga Bermanfaat Like - Bagikan :)

07 March 2013 by Admin · 0

06 March 2013

35. Cerita Mengharukan Lanjutan dari Hal: 34 (Bagian VIII)

Lanjutan dari Halaman 34. (Bagian VIII):

Tetapi apabila badannya agak sehat dan ia di perbolehkan keluar untuk berjalan-jalan layaknya seperti orang sakit yang lain,maka dirinya seperti hidup kembali. Puaslah ia mengecap keindahan daerah disekeliling rumah sakit yang susah di cari tandingannya itu. Tiada terasa kepadanya waktu habis, apabila ia berjalan di antara kembang-kembang aneka warna yang amat subur naik ditanah pegunungan itu. Laksana hidup di surgalah dirinya yang suka akan warna dan kepermaian itu, melancong-lancong di sekitar rumah sakit itu.

Semua rempat yang dekat disitu dikunjunginya, selalu kakinya yang lemah itu, tiada terasa penat-penat kakinya namun ia masih tetap saja berjalan menikmati indahnya alam pegunungan disekitar rumah sakit itu. Nikmat terasa olehnya pemandangan dari bangku tempat duduk di dataran rendah , nikmat terasa kepadanya menengadah ke atas melihat ke puncak gunung yang bersembunyi di balik awan. Dan kemana sekalipun dia memandangang ,di segala penjuru nampak kepadanya kegirangan hidup yang mesra di atas tanah yang mewah membagikan kekayaan kepada dunia.

Sejak dari pagi-pagi tiada berhenti-henti hujan turun, berama-sama dengan angin kuatyang begitu dahsyat. Pohon-pohon sekitar rumah sakit itu terbuai tertunduk-tunduk seraya gemuruh menderu-deru dan berciut-ciut. Di gunung-gunung kabut yang tebal berkejar-kejaran, sangat cepat tiada habis-habis lakunya. Langit yang putih kelabu berat turun kebawah samapai menyatu dengan pelarian kabut di lereng gunung.

Pada pagi yang seolah-olah seluruh alam mengamuk itu, terbaring Tari tiada bergerak-gerak di tempat tidurnya. Matanya memandang jauh kehadapan, tetapi tidak ada sesuatu apapun yang kelihatan olehnya. Kecil dan jauh terpencil, ditinggalkan segala orang terasa kepadanya, dirinya pada pagi-pagi yang gemuruh itu. Rasa iba dan pilu melayangkan pikirannya, tiada tertahan-tahan. Sebentar ia ingat kepada kekasihnya Andika yang sudah lama dan hampir jarang mengunjunginya.

Teringat kepadanya, bahwa ia akan meminta kepada juru rawat dan dokter, supaya Putri dan Andika dapat tiap-tiap hari datang mengunjunginya. Ah, rasanya permintaan itu akan di kabulkan, sebab hari senin seminggu lagi telah habis pula libur orang berdua itu dan lama pula ia akan berjumpa lagi dengan mereka.
Tari mengubah letak bantalnya sedikit, sebab ia hendak menghadap kepada jendela kaca yang tertutup, yang lantang memberi pemandangan kesebelah barat. Nampak kepadanya sebentar kabut terangkat dan terlihatlah puncak gunung yang berwarna hijau kehitam-hitaman. Bersandar pada langit yang rata putih kelabu-labuan. Di lerengnya masih berkejar-kejar kabut menutup pemandangan, tetapi agak kebawah banyak kelihatan kehijau-hijauan hutan dan kebun, mengabur dalam hujan yang turun tiada henti-hentinya.

Pemandangan yang suram kea rah gunung yang dibaluti awan dan kabut, bertambah dalam perasaan sayu dalam hati Tari. Terasa benar kepadanya kemalangan nasibnya. Telah hampir dua bulan ia terbaring dalam rumah sakit itu. Usahakan penyakitnya berkurang, dua hari yang lalu ia dipindahkan ke kamar khusus seorang diri. Tahu ia, bahwa ia di asingkan itu oleh karena penyakitnya bertambah parah. Telah banyak orang yang diasingkan kemari tiada hidup lagi keluar. Sering ia bertanya kepada dirinya “ akan demikian pulakah nasib ku ini…..”
Dan pagi-pagi ini pertanyaan itu lebih-lebih datang merasuk kedalam hatinya.
“Kalau begini rasa-rasanya saya hanya menunggu waktunya saja lagi.”
“Betapakah akan rasanya nanti mati, tidak lagi melihat dan mendengar, menunggalkan segala hal yang dicintai dan disayangi untuk selama-lamanya.

Matahari telah hampir terbenam dibalik gunung tanah baru. Bernyala-nyala rupa mega diwarnainya, kuning, merah, dan ungu. Di lembah-lembah dan di lereng gunung telah turun kekaburan senja, tetapi puncak-puncak yang menengadah ke langit merah membara turut menyayikan laguan warna.
Di seluruh rumah sakit yang putih jernih dikaki pegunungan itu, sunyi senyap seolah-olah iapun tiada hendak mengusik kepermaian alam pada senjanya itu.

Dalam kamar tempat Tari masih Putri dan Andika duduk tiada bercakap-cakap diatas bangku masing-masing. Kesunyian alam di luar masuk kedalam kamar kecil yang bersih itu,berat mengeri menyelap kedalam qalbu orang bertiga itu.

Lanjut Ke Halaman 36 terakhir

06 March 2013 by Admin · 0

05 March 2013

34. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 33 (Bagian VII)

Lanjutan dari Halaman 33 (Bagian VII):

Putri sudah lama memperhatikan cara Tari membaca itu, geli hatinya melihat ia yang tiada beralih-alih dari halam yang dibacanya itu. Beberapa kali telah ia tegur Tariyang melamun menghadapi buku, tetapi hal itu tiada diperdulikannya. Tak beberapa lama kemudian, kembalilah Tari kekamarnya, mukanya pucat merengut. Dengan suara yang gemetar oleh amarah yang ditahan-tahan, berkatalah ia kepada Putri “ kamu jahat benar kak, menipu saya seperti itu.” Banyak yang tak dapat dikatakannya, lalu dibantingkannya badannya ke tempat tidur, seraya menangis tersedu-sedu.”Engkau selalu mengganggu saya, engkau tidak tahu bagaimana perasaan saya” ujar Tari tersendu-sendu.
“Tidak…. Tidak…., saya tidak akan mengganggumu lagi, saya menyesal akan perbuatan saya tadi. Maafkanlah saya Tari….” Di tariknya tangan Tari perlahan-lahan supaya melihat kepadanya lalu berkatalah dia “ Tari mengapa engkau sebodoh itu……” Putri hanya berolok-olok .

“Masa yang seperti itu sudah menangis, kamu bukan anak-anak lagi”
“Ya… kamu ngak tahu perasaan saya , bagaimana ibanya hati saya” jawab Tari dengan nada yang agak tinggi bunyinya, seraya menelan sedunya dan menghapus air matanya.
“Masakan saya tidak tahu perasaanmu, sebab saya tahu perasaanmulah saya hendak member nasihat kepadamu…” sebentar terhenti Putri seraya melihat kepada adiknya itu, lalu katanya pula ” Tari….kamu I ni terlampau menuruti perasaanmu.”
Tari tiada dapat menahan hatinya lagi. Ia hendak mempertahankan dirinya, ia tidak boleh memperkenankan cintanya kepada Andika di cela seperti itu. Dengan suara yang terang menyatakan tiada senang hatinya mendengar nasihat saudaranya itu, katanya “saya cinta kepadanya dengan seluruh hati saya. Maumu saya berbohong dan pura-pura tidak mencintai dia gitu.”

Putri berbuat seolah-olah dia tidak tahu bahwa saudaranya marah dengan nasihatnya. Dengan sabar dan tenang sebentar-sebentar menekan perkataannya, seolah-olah hendak menenangkan fikirannya senyata-nyatanya mungkin, berkatalah ia “ maksud saya bukan menyuruh kamu berbohong dan pura-pura tidak cinta dengan dia.”
“Tidak sama sekali saya menyuruh kamu begitu.”
“Saya hendak menunjukkan kepadamu bahwa cintamu yang tiada ditahan-tahan seperti sekarang ini, bearti merendahkan dirimu kepadanya.”
“terlampau kamu menyatakan bahwa hidupmu amat bergantung kepadanya, bahwa kamu tidak dapat hidup lagi , kalau tiada dengan dia.”

Ah…. Kamu ingin mengatur orang pula, saya cinta padanya. Biarlah saya mati daripada saya berpisah dari dia.”
“Apapun akan saya kerjakan untuknya.”
“Saya tidak takut dijadikan sahaya. Saya tahu dia cinta juga kepada saya.”
“Saya percaya kepadanya dan saya tidak sekali-kali merasa hina menyatakan cinta saya itu padanya.” Jawab Tari dengan tegas mematahkan segala perkataan kakaknya yang menyakitkan hatinya yang masih luka itu karena di nasihati kakaknya seperti tadi.
“ Engkau tidak usah memperdulikan urusan saya, saya tidak minta nasihatmu.”
Rupa-rupanya hendak menyala pula amarah Putri, jika dia tidak dapat menyabarkan dirinya. Setelah itu, sunyilah di dalam kamar itu. Putri memaksa dirinya untuk membaca buku, tatapi gelisah duduknya terang menyatakan bahwa hatinya belum reda. Dan ti tempat tidur diam terlentang Tari dengan hati yang iba bercampur sebal dan amarah.

Sunyi sepi, hari berganti hari. Sudah sebulan lebih Tari di rumah sakit. Ada kalanya setiap hari dia bertemu dengan ayahnya yang sedang ada disana, tetapi ada pula kalanya sampai seminggu tiada dikunjungi orang. Sekali-kali datang orang yang tiada di sangka-sangkanya, kenalan yang hendak mengunjungi kerabatnya yang dirawat di rumah sakit itu. Hal itu membawa kegembiraan hatinya yang tiada disangka-sangka baginya.

Sejak dari semula Tari tahu bahwa diantara orang sakit yang banyak itu dia termasuk orang yang berat sakitnya. Kadang-kadang berhari-hari panas badannya, ia batuk-batuk memuntahkan darah. Waktu yang demikian tiadalah dia boleh meninggalkan tempat tidurnya. Dan apabila senua orang pergi ke luar berjalan-jalan di sekitar rumah sakit itu, melayanglah pikirannya kepada sekalian orang yang di kasihinya. Kekasihnya,ayahnya,dan saudaranya.kadang-kadang tringat dia akan bundanya yang telah lama berpulang. Dalam waktu yang demikian amat terasa kemalangan hidupnya di rumah sakit yang sepi di lereng gunung itu. Jika ia masih dapat mengangkat badannya, maka seringlah dia melihat dari jendela kaca ke luar kearah pegunungan yang indah. Sering tiada dapat ia iba hatinya dan menangislah ia tersendu-sendu.


Lanjutan Ke Halaman 35 (Bagian VIII)

05 March 2013 by Admin · 0

04 March 2013

33. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 32 (Bagian VI)



Lanjutan Dari Halaman 32 (Bagian VI):







Tiada jauh dari mereka, berdiri empat orang anak muda. Dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Diatas t ebing kelihatan beberapa orang laki-lakiberpakaian padu. Sementara itu, dari atas tebing dibelakang mereka senang tiasa kelihatan orang datang.
“Mengapa kamu dia saja.....”

Tari mengangkat mukanya yang kemerah-merahan karena sinar matahari dan memandang kepada Andika agak keletihan rupanya.
“Saya agak lesu.....” katanya perlahan hampir tiada kedengaran. Mendengar jawaban Tari itu, segera berubah muka Andika dan tampaknya dia agak cemas.
“ kamu sakit Tari.....” suaranya terang menyatakan bahwa ia agak khawatir melihat rupa Tari ketika itu. Tapi Tari menggelengkan kepalanya dengan senyum antara kelihatan dan tiada.
“ sakit si tidak, tapi saya agak letih”
“ Saya dari dulu memang kurang kuat menahan letih.”
“ Kalau saya sudah berlari cepat-cepat, pemandangan saya dan nafas saya agak sesak.”
“ Ya badanmu budan badan yang kuat, saya salah dari tadi tidak ingat akan hal itu.” Kata Andika agak menyesal.

Andika memandang ke sekelilingnya untuk mencari tempat duduk yang baik. Lalu dilihatnya dibelakang mereka ada batu yang besar, lalu berkata ia kepada Tari.
“ Tari. ..., ayo kita kesana ke batu dekat tebing itu, engkau boleh beristirahat disana sesukamu.”
“ Ah... tidak mengapa, disini saja paling juga sebentar lagi letih saya akan hilang.” Jawab Tari membantah, ia tidak ingin menunjukan kelemahan yang di lebih-lebihkan.

Tetapi andika tidak dapat disangkal lagi,ia merasa tanggungan yang dipikulnya amat besar. “ Tidak.....tidak....., engkau harus duduk disana.” Ucapan yang setetap itu tidak terlawan oleh Tari. Iapun berdiri dan bersama-sama Andika, pergi kebatu ditepi tebing itu. Andika mengeluarkan dua buah bingkisan roti dari sakunya dan diberikannya sebuah kepada Tari.
” Marilah makan ini dulu, badanmu akan dikuatkannya kembali.”

Sementara itu, mereka bercakap-cakap juga. Bertambah lama bertambah asyik, sebab lambat laun Tari hilang pula letihnya. Andika menceritakan kebesaran dan keindahan alam didaerahnya tempat ia lahir. Hutan yang luas, danau yang besar dan indah dan jalan yang berbelit-belit dan berliku. Bercahaya-cahaya mata Tari mendengar cerita Andika akan keindahan negerinya. Dan didalam hatinya yang mengagumi anak muda itu tergambarlah segala hal yang didengarkannya itu.Tari mencoba berdiri dan berjalan-jalan, seolah-olah dia berada ditenpat kelahiran Andika. Andikapun sedikit tertawa melihat tingkah laku Tari yang berubah secara spontantanitas itu.
“ kamu sudah kuat Tari.......”saya takut nanti harus mengendong orang pula pulang ke rumah.” Ejek Andika kepada Tari.
“ Ya... saya tahu akan hal itu, sebab engkau tidak akan kuat mengendong saya” jawab Tari sambil tertawa. Mukanya yang merah karena panas lebih memerah lagi menginsyafkan arti perkataan yang keluar dari mulutnya dengan tiada di ketahuinya itu, dan dibuangnyalah mukanya ke tempat lain karena dia agak sedikit malu untuk memandang andika.
“ Kalau tidak letih ternyata Tari lucu benar.” Ujar Andika dengan tenang. Baiklah kita naik keatas berjalan-jalan disana.” Iapun berdiri pula, diambilnyalah setangan alas duduk Tari, dikiraikannya beberapa kali, lalu dimaskkannya kedalam sakunya. Tari mengambil lebih buah anggur yanh terletak diatas batu dengan tangannya.
“Indah benar tempat berjalan dibawah bambu ini” ujar Tari seraya memandangkan matanya mengikuti jalan yang teduh dihadapan mereka.
“ Ini pertama kali saya berjalan kemari, di Jakarta tidak ada tempat berjaan hari minggu seperti ini dan seindah ini.”

Perasaan bahagia yang menahan kegembiraan hati mereka. Langkah mereka memberat dan percakapan yang riang, penuh canda dan tawa melembut seperti belaian yang halus.
“ Mengapa kamu diam pula……..” kata Andika tiba-tiba setelah mereka lama berjalan dengan tiada terkata-kata. Tari mengangkat mukanya melihat kepada Andika dan matanya yang besar hitamdan jelita itu berat rupanya. Senyum yanh tertahan membayang pada wajahnya. Andika segera membuang mukanya melihat mata gadis yang menghimbau itu. Ia menolak perasaan yang ghaib merasuk qalbunya. Tari melihat kepada bunga kembang setahun yang tumbuh terpencil di bawah bunga Marygold yang gembira memuncakan kembangnya yang kuning.
“ Bagus benar bunga ini,” ujar Tari.
“ kalau kita di Jakarta, tentu sudah saya cabut bunga ini untuk ditanam di rumah.”
“Tidak usah engkau cabut, ambil saja kembangnya yang tua. Cukuplah itu ditanam”
“O ya, kalau begitu baiklah kamu yang menyimpannya, saya hendak mencucukannya di kelopak bajumu.maukah kamu…..”
Dengan tiada menanti jawaban lagi,seeralah Tari memetik bunga itu. Iapun mendekati Andika dan tangannya yang halus memegang kembang setahun itu, dan memasukannya kedalam kelopak baju Andika. Sementara itu,Andika dengan pesat mengamati gadis yang sangat dekat dengannya itu. Rambutnya yang hitam lebat teranyam, mukannya yang merah bercahaya tersenyum ditahan. Sebentar terasa kepadanya tangan yang halus itu gemetar pada dada bajunya. Sesuatu perasaan nikmat yang sejak dari tadi melingkungi kedua muda remaja itu. Dari mulut Tari keluar ucapan agak gemetar, tatapi nyata menyuarakan kepastian seseorang yang yakin akan kemenangannya.

Tari tiada membantah lagi, tetapi mukanya yang memucat di tundukannya kebawah dengan tiada berkata sesuatu apapun. Pada mata Tari kelihatan kepadanya berlinang air mata dan mesra meminta mengemetarlah suaranya untuk pertama kali seumur hidupnya.
“ Tari….Tari….. tahukah kamu kalau saya cinta padamu….” Badan Tari gemetar dan melemah lalu diapun terjatuh ke tangan Andika dan seraya menengadah dengan pandangan penyerahan, keluar dari mulutnya bisik lesu hampir-hampir tiada kedengaran.
“Lama benar kamu menyuruh saya menanti kata-katamu…..” tak dapat lagi dia meneruskan ucapannya, sebab Andika menundukan kepalanya ke arah Tari dan menutupkan bibirnya ke atas bibir Tari. Dan dalam curahan cinta pertama yang mengemetarkan badan mereka yang muda remaja itu,menjauh mengaburlah keinsafan mereka akan tempat dan waktu.
Sama-sama mereka berjalan dengan penuh mesranya berpegangan di antara pohon-pohon bambu yang sayu berdesir-desir ti tiup angin. Ketika tiba di seberang mereka turun ke bawah ke tepi anak air. Beberapa lamanya mereka melangkah dari batu ke batu. Sekelilingnya indah nan permai seperti biasanya di tengah alam, dan indah nan permai seperti biasa pula pujuk dan cumbu asyik maksyuk muda remaja berdua dalam limpahan perasaan cinta pertama yang penuh harapan.

Tari telah menceritakan kepada Putri bahwa dia telah berjanji kepada Andika untuk menjadi istrinya di kemudian hari.

Pada suatu malam, sesudah makan gadis berdua itu berkumpul dikamar tidur mereka. Putri duduk di meja membaca buku, sedangkan Tari berguling-guling ditepi tempat tidur sambil membaca sebuah roman. Di luar sejak dari petang tadi tidak berhenti-hentinya hujan turun. Beberapa lamanya Tari melamun di beranda menantikan kekasihnya yang tiada juga kunjung-kunjung datang.

Lanjut ke Halaman 34 Bagian VII

04 March 2013 by Admin · 0

03 March 2013

32. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 31 (Bagian V)

Lanjutan Dari Halaman 31 (Bagian V):

Kongres itupun akhirnya selesai setelah Putri menutup acara tersebut dan turun dari panggung kehormatannya. Tampak para peserta mulai sibuk keluar dari gedung sambil bersalaman dengan Putri dan yang lainnya. Hanya Tarilah yang masih duduk di bangkunya sampai para peserta tadi keluar semua. Putri pun datang mendekati Tari, dan merekapun bergegas untuk pulang ke rumah. Disepanjang perjalanan Tari selalu ingat akan pesan kakaknya tadi waktu memberi sambutan.
“ kita sebagai wanita Indonesia yang lahir di desa harus bisa bangkit dan jangan mau di perbudak oleh kaum laki-laki.” Kata-kata itu selalu teringat oleh Tari

Sesampainya dirumah Putri langsung pergi menuju ruang dapur, dan dia melihat banyak sekali barang-barang yang kotor. Kemudian, dia langsung membersihkannya. Lain hal nya dengan Tari, ketika sampai di rumah dia langsung masuk kamar dan langsung istirahat. Tak lama kemudian, ayah merekapun pulang kerumah dan melihat Putri yang lagi sibuk membersihkan dapur. Melihat keuletan anak pertamanya itu dalam mengurus rumah tangga, tiba-tiba dia teringat akan almarhum istrinya dulu.
“ Bu.... kalau kamu masih hidup, pasti anak kita gak akan seperti ini.” Ucap ayah Putri sambil menangis. Mendengar suara ayahnya di luar, Putripun langsung keluar menemui ayahnya itu.
“Eh..... ayah, sudah pulang yah???
“ Gimana yah keadaan bibi apa sudah baikan atau mungkin masih sakit....”

Sambil menyapu air matanya, didi menceritakan keadaan saudaranya itu kepada putri.
“ Putri bibimu sekarang sudah sembuh, dan sudah bisa bekerja lagi.”
“ Kamu sendiri gimana apa kongresnya berjalan dengan lancar.”
“iya yah... kongresnya lancar-lancar aja kok tadi.”
“ yah, saya mau tanya sama ayah.”
“Gimana kalau adik saya keluar aja dari anggota putri desa....”
“Ya... kalau itu si ayah masih kurang berani mengambil keputusan, soalnya kasihan adikmu dirumah tidak ada yang mau dia perbuat”
“iya....ya, ayah benar juga.” “ nanti kalau Tari keluar dia mau kerja apa....”

Hari sudah menjelang sore, tampak Putri dan Tari lagi asyikduduk berdua di beranda rumah sambil bercanda.
“ Tari ayo kita masuk.....” “sepertnya hari sudah mau magrib, kan tidak enak di lihat tetangga kalau kita nongkrong di teras magrib-magrib begini”
“Ayo...., saya juga sudah capek bercanda terus apalagi sama kakak.”
“Bosan ah.....”
“Seperti gak ada nuansa baru.”
“Udah ah....kamu ini, ayo masuk”
Akhirnya Putri dan Taripun masuk kedalam rumah,lalu merekapun shalat berjamaah bersama ayahnya. Sungguh keluarga yang sejahtera walaupun keluarga mereka sudah kehilangan satu orang yang sangat berpengaruh besar di keluarga itu dan yang sangat mereka sayangi. Siapa lagi kalau bukan ibu mereka yang sudah tiada saat mereka masih kecil.

Pagi-pagi sekali, Putri sudah bangun. Dan dia langsung mempersiapkan sarapan untuk ayah dan adiknya. Tak lama kemudian, ayah dan adiknya pun bangun, dan ayahnya langsung bergegas mandi karena mau pergi bekerja. Sebelum berangkat ayah Tari sarapan terlebih dahulu baru di ikuti Tari dan Putri. Merekapun sarapan bersama-sama. Setelah selesai sarapan,Taripun langsung pergi ke sekolah. Sungguh tiada disangka dan diduga kalau hari ini dia juga bertemu dengan Andika. Ditengah perjalanan mereka tampak asyk mengobrol layaknya sepasang kekasih. Padahal mereka hanya sebatas teman biasa.
“Tari apa kamu ada waktu hari minggu nanti.....”
“waktu apa......?”
“Waktu kosong....”
“Kalau ada saya mau mengajak kamu pergi ketempat yang belum pernah kita kunjungi di desa ini.”
“Ada....”
“Ok... kalau begitu nanti saya tanya sama ayah boleh apa tidak.”
“Kalau boleh kita langsung pergi, tapi kalau tidak diizinkan mas jangan kecewa ya.”
“Pastinya dong.”

Sekembalinya Tari kerumah, diapun langsung berjumpa dengan ayahnya dan diapun mencoba meminta izin kepada ayahnya. Namun ayahnya tidak mengizinkan, karena hari minggu nanti akan di adakan kongres lanjutan. Sebagai lanjutan dari kongres beberapa hari yang lalu. Taripun memahami hal itu,dan diapun menuruti apa yang dikatakan ayahnya. Hari minggu itupun ternyata Andika pergi kerumah orang tuanya di kota baru, karena dia sudah memasuki waktu liburan dan ingin menghabiskan liburannya disana.

Pagi itu tampak kedua bersaudara itu sudah bersiap-siap untuk menghadiri kongres lanjutan, dengan pakaian kebaya yang mereka kenakan menambah indahnya suasana di pagi itu. Kongres itupun dimulai, setelah Putri masuk dan naik ke atas mimbar.
“saudara-saudara sepertinya kalian sangat jemu mendengar saya berbicara di depan sini, membaca nasihat-nasihat yang sangat manis untuk kaum perempuan ini. Tetapi, saudara-saudara harus ingat selalu akan hal itu. Supaya kita bisa menjaga harkat dan martabat wanita bangsa ini."
" supaya untuk menjaga wanita itu agar jangan cepat insyaf akan kedudukannya, akan nasibnya yang nista ini.itu semua harus kita lakukan demi melindungi kaum wanita dari kejahatan dan aib.dengan jalan jalan demikianlah maka perempuan kita akan berguna dimata dunia.”

Panjang lebar Putri menyampaikan nasihat demi menjaga wanita bangsa ini. Agar menjadi wanita yang kuat dan besar.
Kongres itupun akhirnya usai dan para peserta memberikan tepuk tangan dan semangat serta penghargaan kepada Putri, atas kepandaiannya dalam memimpin. Putri dan Taripun langsung pulang kerumah karena mereka sudah di tunggu ayah mereka. Hari itu mereka di ajak ayahnya pergi ke rumah bibinya.
Sudah satu minggu Andika di rumah orang tuanya, kini diapun ingin kembali ke kampung halamannya untuk meneruskan kulyahnya yang sudah masuk semester akhir itu. Namun dia juga masih ingin tinggal lebih lama lagi dengan orang tuanya di kota baru karena dia sudah lama sekali tidak bertemu dengan orang tuanya itu.

Tari dan Andikapun kini bisa berjalan bersama lagi, setelah hampir satu bulan mereka tidak bertemu. Mereka duduk berdua diatas batu besar yang hitam kehijau-hjauan oleh lumut. Andika mengenakan jas berwarna hitam dan berdasi sutra yang kemerah-merahan. Dibahunya tersandang tali botol termos yang di gantung pada sisi lengannya,dan tangan kanannya di pegangnya topi berwarna hitam. Tari yang memakai baju putih dan rok hitam yang menutupi lututnya. Kakinya hanya dibaluti oleh kaus yang lebih tinggi sedikit dari mata kakinya. Dipangkuannya dipegangnya sebuah bungkusan kecil. Keduanya takjub melihat kehadapan, kepada air terjun yang gemuruh bersorak terjun iri atas tebing yang rapat ditumbuhi rumpun bambu. Berputar-putar dan berombak-ombak, air yang baru jatuh itu terkumpul dibawah didalam jurang dan pada suatu tempat ia mengalir diantara batu-batu yang besar.


Lanjut Ke Halaman 33 Bagian VI





03 March 2013 by Admin · 0

02 March 2013

31. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 30 (Bagian IV)

Lanjutan Dari Halaman 30 (Bagian IV):

Di sepanjang perjalanan Andika dan Tari selalu bercanda tawa tanpa mengenal lelah dan memperdulikan waktu.sampai pada saat di mana tempat yang mereka tuju telah di dekati,lalu merekapun tmpak bersiap-siap untuk turun ke bawah air terjun yang sangat indah.
“Wah, luar biasa sekali Allah menciptakaan alam dan pemandangan yang seindah ini.”cetus Tari yang kagum akan keindahan alam yang di ciptakan oleh sang illahi itu.
“Tari kamu harus ingat apa kata ayahmu tadi, kamu jangan sampai terlalu kagum akan sesuatu.”
“O.... gak kok”
“saya hanya terharu saja pada keindahan alam di kaki pegunungan ini.”
“soalnya tempat ini selalu mengigatkan saya pada sang bunda dan masa kecil saya.”
“dulu saya selalu di ajak bunda untuk pergi ke tempat-tempat seperti ini, dan sekarang saya sudah tidak bisa merasakan itu lagi hanya baru kali ini.” Ucap Tari sambil meneteskan air mata.
“Tari, maafkan saya”
“ saya tidak bermaksud membuat kamu sedih, saya hanya mau ingatin kamu pada pesan ayah kamu tadi.”
“O..... gak apa-apa kok,ini semua memang salahku yang terlalu larut akan semua ini.”

Waktu sudah menunjuki pukul 17.30 WIB, dan kini Tari dasn Andika harus bergegas pulang. Karena mereka tidak ingin mengecewakan dan membohongi ayah Tari.
“Andika, sepertinya kita harus lekas pulang, karena hari sudah terlalu sore, nanti kita di cari ayah”
“ ok, kalau begitu saya ambil tas dulu ya.”
“O.... ya silakan.”

Padahal baru saja Andika ingin mengungkapkan isi hatinya kepada Tari, tetapi mereka harus segera pulang. Supaya mereka tidak di cari sama ayahnya Tari. Tak lama kemudian Tari dan Andika pun muncul di pekarangan rumah Tari, di situ hanya tampak kakaknya Tari yang dari tadi menunggu mereka pulang.
“Andika sepertinya itu kakak,” ucap Tari.
“I ya...... itu memang kakak kamu yang lagi nungguin kamu.”
“Assalamualaikum........” sapa Tari dan Andika kepada putri.
“Waalaikumusallam......”
"Eh kalian sudah pulang”
“bagaimana jalan-jalannya, Asyik gak”
“O...... itu, pasti dong”
“jalan-jalannya asyik bangat”
“Hai Andika.....”
“Hai juga ......”
“ O ya masuk yok, nanti saya buatin air. Mungkin kamu haus, karena sudah satu harian jalan-jalan”
“ Tari kamu tunggu di sini bentar ya, kakak mau ambilkan air dulu kedalam.”
“E...... sudahlah Putri gak usah repot-repot, lagi pula saya mau pulang”
“Kasian mama di rumah sendirian.”
“Sekali lagi terima kasih aja atas tawarannya, sekarang saya permisi pulang dulu ya.”
“O ya silakan”
“Andika, terima kasih ya atas.........” Tiba- tiba ucapan Tari dia hentikan sambil dia tersenyum dengan manisnya.

Andikapun bergegas pulang ke rumahnya, karena dia tidak mau membiarkan mamanya sendirian di rumah sore-sore seperti ini. Maklum ayahnya memang lagi tidak ada di rumah. Sesamapainya di rumah Andika langsung masuk ke dalam sambil mengucapkan salam.
“Assalamualaikum.......”
“ ma......mama.....” panggil Andika mencari mamanya.
“waalaikumsalam.......”
“ Ada apa si Dika kamu kok teriak-teriak.”
“ seperti orang gila saja.”
“ Ah... mama ini, bisanya Cuma becanda aja.”
“ O ya ma,Dika mau mandi dulu ya. Soalnya badan Dika sudah bau bagat ni, habisnya satu harian main di bawah sinar matahari dan air terjun di bawah kaki gunung Cempaka.”
“ Ya sudah, cepat mandi sana.......”
“Jangan lupa shalat lalu baru kamu boleh istirahat.”
“ ok deh mam....., tugas akan segera hamba laksanakan.”

Kongres putri desapun dimulai, dan tampak Putri lagi bersiap-siap untuk menyampaikan sambutan kepada para peserta yang hadir. Dan tampak di situ ada seorang putri yang cantik sekali. Siapa lagi dia kalau bukan Tari adiknya Putri.

Tak lama kemudian Putripun berjalan menuju panggung dan naik ke atas mimbar yang di sediakan panitia penyelenggara kongres tersebut, untuk memberikan sambutan sekaligus membuka acara tersebut. Setelah ia di persilakan oleh pembawa acara, suara riuh tepuk tanganpun menghempas ruangan yang tadinya sunyi. Setelah Putri menyampaikan isi sambutannya, suara tepuk tangan yang tadinya ribut serentak hilang seketika. Kemudian Putri berbicara tentang martabat wanita Indonesia yang hancur disebabkan oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Namun, tak lama kemudian gedung yang tadinya sunyi kini terdengar kembali oleh suara riuh tepk tangan para peserta kongres yang hadir. Ketika Putri memberi semangat dan gambaran tentang wanita-wanita Indonesia masa kini.


Lanjut ke  Hal: 32 Bagian V


02 March 2013 by Admin · 0

01 March 2013

30. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 29 (Bagian III)

Lanjutan Dari Hal. 29 (Bagian III):

Pagi itu tepat pukul 08.00 Andika bergegas untuk pergi ke rumah Tari. Dia memakai baju kemeja lengan panjang berwarna putih dan di lapisi dengan jas hitamnya, dan dia klihatan lebih tampan sekali dari biasanya. Setelah sampai di rumah, Andika duduk di halaman rumah yang di penuhi kembang dan mawar berwarna putih yang begitu harum baunya.
“Subhanallah...., indah sekali kebun bunga ini” ucap Andika kekaguman

Tak lama kemudian Tari pun keluar dari rumahnya untuk menemui Andika yang dari tadi sudah menunggunya di perkarangan rumahnya.
“Pagi mas.....” sapa Tari
“ eh..... kamu, pagi juga”
“maaf ya sudah membuat mas lama menunggu”
“O... gak kok, saya juga belum terlalu lama datang”
“ ngomong-ngomong mana kakak dan ayah mu”
“Ko sepi sekali rumah ini”
“o... itu, kakak lagi sibuk untuk persiapan kongres kongres putri desa besok dan ayah lagi mandi”
“ mas masuk yok”

Sambil menunggu ayah Tari keluar kamar, mereka sibuk mengobrol yentang putri desa yang akan di adakan besok. Apalagi yang akan bicara untuk memberikan sambutan adalah kakak Tari sendiri yaitu Putri.
“Kakak saya memang selalu sibuk untuk mengurus organisasinya, apalagi mereka sekarang sudah bekrja sama dengan perempuan-perempuan kota untuk di jadikan anggota organisasi mereka.” Ungkap Tari di tengah keheningan.
“mengapa kamu tidak mau bergabung dengan organisasi kakak mu itu...”
“ ya si....,sebenarnya saya mau ikut, tapi saya gak tahu caranya, apalagi sayakan belum berpengalaman.”
“kalaulah kamu mau masuk organisasi itu,pastilah kamu akan mendapat pengalaman yang luar biasa apalagi bisa bertemu dan bisa berkenalan dengan perempuan di bangsa kita ini.”
“akhir-akhir ini perkumpulan para pemuda Indonesia juga gak kalah hebatnya dari apa yang kakak mu lakukan.”
“ ya, nanti saya akan coba mendaftarkan diri saya ke sana dan kalau di terima, maka saya akan berusa untuk membawa nama baik perempuan bangsa ini, agar menjadi perempuan yang kuat dan bermatabat di mata dunia.”
“Kalau kamu memang serius,maka saya akan dukung kamu”
Akhirnya ayah Tari pun keluar untuk menemui mereka. Setelah sekian lama mereka mengobrol, Andika pun meminta izin untuk membawa Tari jalan-jalan. Dan ternyata ayah Taripun mengizinkan. Setelah mendapatkan izin dari sang ayah, Tari pun bersiap-siap untuk pergi. Tak lama kemudian Tari dan Andika pun pergi untuk berjalan-jalan. Sementara itu kakak Tari di panggil ayahnya keluar dan di suruh ayahnya untuk menunggu adiknya sampai pulang.

Dari balik kaca rumah,Putri melihat adiknya yang berjalan teramat mesra laksana sepasang kekasih. Dari kejauhan dia masih tetap saja memandang gerak gerik adiknya itu hingga akhirnya tak terlihat lagi. Putri pun tampak termenung di beranda rumah,dia seperti melamunkan sesuatu.
“Toto, kalau saja kamu masih di sampingku hingga saat ini, pasti saya tidak akan merasa kesepian seperti ini, dan saya juga merasa iri dengan kebahagiaan adik saya dan temannya Andika.” Ucap Putri sambil menangis.
Dia sepertinya teringat dengan bekas tunangannya dulu, dan mungkin saja dia masih menyimpan rasa rindu di hatinya terhadap tunangannya itu,akan tetapi dia selalu mencoba unt k mengubur rasa itu dari dari dalam hatinya, hingga dia memutuskan untk mencari pengganti toto. Karena dia tidak ingin di sakiti lagi untukedua kalinya. Hal itu juga yang mungkin menyebabkan dia jadi keras dan tidak cepat kagum akan sesuatu,lain halnya dengan Tari dia memang belum merasakan di khianati cinta.



Lanjut ke Hal: 31 Bagian IV

01 March 2013 by Admin · 0

28 February 2013

29. Cerita Mengharukan Lanjutan Hal: 28 (Bagian II)

 Lanjutan dari hal 28 (Bagian II):

Waktu sudah menunjuki pukul 11.00 WIB, tak lama memudian keluarlah Putri dan Tari dari dalam gedung tersebut. Merekapun langsung mengambil sepeda yang mereka simpan di tempat parkiran sepeda, dan langsung bergegas pulang. Akan tetapi,di tengah perjalanan mereka bertemu lagi dengan laki-laki tadi yang ada di akuarium tempat mereka berkunjung tadi.
”Siang nona-nona....” sapa laki-laki itu,
”Siang juga.....” jawab Tari.
“O ya....,ngomong-ngomong kalian mau ke mana, kok sepertinya buru-buru.....”
“I ya ni mas, kami memang lagi buru-buru, soalnya ayah sudah menunggu kami di rumah rumah dari tadi malahan”
“O... gitu ?? kalau gak keberatan kita pulang sama-sama saja”Pinta laki-laki itu.
“Emangnya mas mau kemana...???” tanya Putri.
“Saya mau pulang ke rumah, rumah saya terletak di jalan Cendrawasih, komplek Mawar no 02.”
“O..... kalau gitu kebetulan dong, rumah kami juga terletak di jalan cendrawasih.”
“Ya sudah kalau kalian tidak keberatan, boleh saya ikut dengan kalian berdua...???”
“Tapi gimana ya.....,soalnya kami harus kepasar dulu untuk beli oleh-oleh buat bibi di kampung.”
“O..... gak masalah,kebetulan saya juga mau cari makanan di pasar.”

Karena asyiknya mengobrol,sampai-sampai mereka lupa kalau mereka sudah sampai di pasar.Padahal merea belum juga belum kenal satu sama lain.
“Eh Tar... seprtinya kita sudah sampai di pasar” cetus Putri di balik keseriusan mereka.
“O......iya ya kita sudah sampai ni”
“Mas, kami cari pesanan ayah dulu ya”
“O iya ya.... silakan, biar saaya tunggu di sini aja ya...”
“ O... gak usah repot-repotlah mas, mendingan mas pulang aja dulu”
“Ngak..., ngak masalah ko biar saya tunggu saja di sini, kebetulan saya juga mau cari makanan dulu.”
“Ya udah deh,kalau memang mas maunya gitu, ya terserah mas ajalah”

Setelah Putri dan Tari mencari pesanan ayahnya, merekapun langsung pulang.Di tengah asyiknya perjalanan, tiba-tiba laki-laki yang dari tadi bersama mereka menanyakan nama mereka.”Mbak, saya boleh tanya sesuatu gak sama mbak berdua, soalnya engkan dari tadi kita mengobrol tapi saya dan mbak kan belum kenal satu sama lain...”
“Boleh.....apa ??” tanya Putri.
“Saya Cuma mau tanya siapa nama mbak berdua ini, kalau nama saya Andika.”
“Saya salah satu dari mahasiswa di Universitas Indonesia.”
“Kebetul saya lagi menyelesaikan sekripsi ujian akhir saya
“Wah keren banget, ungkap Tari.”
“Kalau saya ......”
“O... ya, nama saya Putri dan ini adik saya namanya Tari.”
“Saya seorang putri desa di desa ini dan adik saya sekarang lagi kulyah di Universitas Teknologi Bandung. Akan tetapi Tari orangnya paling cepat kagum akan sesuatu.Maklum sejak di tinggal ibunya, dia memang suka di manja sama ayah.
“Eh... jadi malu ni” cetus Tari.
“Sementara saya sendiri lagi sibuk mengurus organisasi perkumpulan putri-putri desa, dan di tambah lagi harus mengurus rumah, ayah, dan adik saya ini.”
“Emangnya ibu kalian kemana....” tanya Andika.
“Ibu kami sudah lama meninggal, sekarang kami hanya tinggal bertiga dengan ayah.”
“O gitu......”
“maaf saya gak bermaksud buat kalian sedih”
“Nggak apa-apa ko mungkin ini smua sudah kehendak Allah.”
“Ya si, tapi saya harap kalian harus sabar dan tetap tabah ya...”
“terutama kamu Tari,kamu harus bantu kakak kamu, kan kasihan dia, sudahlah sibuk dengan pekerjaannya di tambah lagi harus mengurus rumah, kan kasihan....”
Tak lama kemudian Tari dan Putri pun tiba di persimpangan jalan rumah mereka.”Andika mungkin kita harus berpisah sampai di sini, karena kami tinggal di jalan ini, ngak jauh kok, paling-paling lima menit dari sini, sudah sampai.” Cetus Putri
Akhirnya Putri, Tari dan Andika pun berpisah di tengah jalan.Sepanjang perjalanan pulang, Andika hanya terbayang-bayang wajah kedua gadis itu, apalagi dengan Tari yang dari tadi hanya bercanda dan selalu penuh senyuman kepadanya.
Sesampainya di rumah, Putri danTari sudah di tunggu ayahnya, karena mereka ingin pergi ke rumah bibi mereka.Tak lama kemudian merekapun berangkat ke rumah bibi mereka, untuk mengantar hadiah yang mereka belikan tadi sekaligus untuk menjenguk keponakan mereka yang sedang sakit.

Pagi-pagi sekali Andika sudah pergi ke kampusnya. Dengan wajah yang penuh kegembiraan,diapun terus mengayuh sepedanya.
“Ya Allah, seandainya pagi ini kau pertemukan aku dengan Tari, mungkin aku tak bisa berkata- kata lagi untuk memujimu.” Ucap Andika kepada dirinya sendiri.
“Kring...kring...”

Bunyi suara sepeda di belakang Andika.
“Pagi mas...” sapa Tari
“Hay....pagi juga” sahut Andika.
“Wah cantik banget,” ungkap Andika dalam hati
“Mas....ko ngelihatnya seperti itu, apa ada yang salah atau ada yang aneh gitu dengan saya” tanya Tari.
“Ngak..., ngak ko ngak ada yang salah apalagi aneh.”
“lalu apa dong....”
“gini saya heran aja , dan gak nyangka aja kalau pagi ini bisa bertemu dengan orang uang secantik dan semanis dirimu”
“ii....., mas ini gombal deh.”
“ngak..., emang benar kok, kamu pagi ini terlihat tampak lebih cantik dari pada kemaren, jangan-jangan kamu mau ketemu pacar kamu ya....”
“ pacar......... saya belum punya pacar mas, kalaupun ada ya.... itu mas kali.”
“sorry.....,Cuma bercanda.”
Sambil tertawa mereka terus mengobrol sampai di depan kampus Andika.
Sekembalinya Tari ke rumah, dia tampak ceria dan mulai senang untuk mengurus bunga-bunganya lagi dan mau membantu kakaknya. Sampai-sampai kakak dan ayahnya pun heran melihat tingkah laku Tari akhir-akhir ini. Itu semua terjadi saat Tari mengenal Andika dan mungkin karena kedekatan mereka.

Andika adalah anak pak Sunarto, salah satu orang yang terpandang di desa makmur. Dia juga selalu perduli akan kebutuhan orang lain dan keluarganya.

Hari itu tampak Andika lebih awal dari hari biasanya pergi ke kampus. Di tengah perjalanan ke kampus. Pikirannya hanya tertuju pada Tari. Maklum mereka juga sudah sangat dekat. Tiba-tiba taripun muncul dari belakang Andika, seraya mengucapkan,”selamat pagi tuan......”Andika ppun terkejut bukan kepalang, dia sungguh tak menyangka kalau pagi itudia bisa bertemu lagi dengan Tari. Soalnya sudah tiga hari dia tidak berjumpa dengan Tari, karena Tari ikut pergi ke desa untuk menjenguk bibinya di sana,
“Wah... kamu cantik sekali Tari”
“ kamu tu ya paling bisa kalau merayu dan bercanda.”
“ enggak...., saya tidsk bercanda, tapi ini kenyataan.”
“mm....... terima kasih ya atas pujiannya.”

Tari memang terlihat sangat cantik, apalagi baju yang dia pakai sangat mndukung wajahnya, wajar aja kalau dia trlihat sangat cantik.
“o ya kamu hari ini ada acara tidak..”
“ kalau tidak ada boleh dong saya main ke rumah kamu, sekalian berkenalan dengan ayah kamu”
“ kalau acara si gak ada tu”
“ pi saya mau bantu kakak mempersiapkan undangan buat perkumpulan putri desa lusa”
“ soalnya kakak saya terpilih sebagai ketua umum perkumpulan putri desa”
“O gitu, kalau memang lagi sibuk, lain kali aja deh saya main ke rumah kamu ya.....”
‘ bolehkan.......”
“ Iya, pasti boleh kok, nanti mas datang saja ke rumah saya, kebetulan ayah juga lagi libur.”

Lanjut ke Hal 30 Bagian III

28 February 2013 by Admin · 0

27 February 2013

28. Cerita Mengharukan Ketika Cinta Di Pisahkan Waktu (Bagian I)

Pintu yang berat itu terdengar berbunyi di buka oleh orang-orang.Terlihatada dua orang wanita muda yang masuk melalui pintu yang terbuka tadi,dengan menggunakan pakaian ala indonesia. Dari jauh terlihat jelas bahwa dua orang itu adalah kakak beradik,karena air muka mereka tampak jelas sekali tidak ada perbedaan yang tertua di antara mereka bernama Putri dan adiknya bernama Tari. Ketika asyiknya mereka menikmati indahnya pemandangan dan ikan-ikan yang ada di akuarium itu, sampai-sampai mereka tidak sadar kalau merekalah orang yang paling pertama datang ke gedung akuarium itu. Karena sudah terlalu lama mereka berada di situ,tiba-tiba Putri ingin mengajak adiknya Tari untuk pulang. Namun Tari tidak memperdulikan itu,matanya terus tertuju pada ikan-ikan yang indah dan berwarna warni yang ada di pojok gedung akuarium itu.”Wah....indahnya ikan-ikan ini” terdengar suara dari mulut Tari memuji ikan itu. Dari alunan suara itu tampak sekali perbedaan kedua bersaudara itu,Putri adalah orang yang tidak mudah kagum akan sesuatu, akan tetapi dia lebih memikirkan pekerjaannya sebagai seorang putri desa, lain halnya dengan Tari dia adalah seorang anak yang mudah kagum akan sesuatu, dan dia tidak memikirkan nasib dirinya sendiri.

Hari sudah menunjuki pukul 09.00,dan terdengar bunyi orang membuka pintu yang kedua kalinya. Terlihat dari pojok gedung itu tampak sekelompok keluarga masuk kedalam gedung akuarium itu.Yang tertua di antara mereka berjalan dengan begitu cepat menuju ikan yang indah-indah di dalam gedung akuarium itu. Melihat kegirangan saudara-saudaranya itu,tak kuasa yang paling bungsupun juga memaksa turun dari pangkuan ibunya dan ikut berlari bersama saudara-saudaranya. Tak lama kemudian masuklah seorang pemuda yang berpakaian rapi dan mengenakan jas berwarna kehitam hitaman. Sesampainya di dalam gedung, pemuda itu terus melangkah hingga sampai di tempat Putri dan Tari. Melihat dua gadis itu ia tak tahu apa yang akan di lakukannya,satu cowok dan dua gadis.

”To”, panggil anak kecil dari beberapa bersaudara tadi memanggil kakaknya yang tertua di antara mereka yaitu Toto. Sambil berjalan dan melihat ikan-ikan yang ada di akuarium tersebut, tanpa di sadari nya kalau ia sudah tersesat ke tempat orang yang tidak di kenalinya.”Tante”panggil anak itu. Mendengar panggilan itu dengan cepat Tari menoleh kepada anak itu.”Iya......” jawab Tari. Anak itupun terdiam dan bingung, karena ternyata yang dia panggil itu bukanlah orang yang dia kenal, dan ternyata ia sudah tersesat ke tempat orang yang lain. Tak lama kemudian datanglah ibu dan kakak-kakak nya. Melihat keluarga yang harmonis itu langsung terpancar senyum manis dari wajah Tari. ”Adek...mau cokelat ??” tanya Tari. Mendengar pertanyaan itu,langsung anak tadi berjalan ke tempat laki-laki yang baru masuk tadi,dan kemudian dia mengambil cokelat itu. Setelah dia mendapatkan cokelat itu, kemudian dia langsung berlari dengan penuh riang gembira menuju kepada saudara-saudaranya dengan maksud untuk memamerkan cokelat tersebut.

Lanjut Ke No. 29 Bagian II

27 February 2013 by Admin · 0

26 February 2013

27. Cerita Mengharukan Bunda, Tolong Mandikan Aku Sekali Saja

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. "Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda". Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ''memahami'' orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya," Bunda aku ingin mandi sama bunda...please...please bunda", pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku !" Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja...?" kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD.Tapi sayang... terlambat sudah...Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya...sayang....! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak.." . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, "Inikan sudah takdir, ya kan..!" Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?". Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, "Inilah konsekuensi sebuah pilihan!" lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. "Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak...? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris "Bangunlah Bayu sayaaangku....Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak.....?!?" pintanya berulang-ulang, "Bunda mau mandikan kamu sayang.... Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak.... Sekali ini saja, Bayu.. anakku...?" Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini...tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.

Semoga bisa jadi pelajaran buat kita semua...saya hanya melanjutkan berita ini...moga2 banyak yang baca dan makin peduli bahwa anak itu titipan Tuhan yang sangat berarti dan bermakna serta harus dijaga.

Like Bagikan :)

26 February 2013 by Admin · 0

25 February 2013

26. Cerita Mengharukan Janji Terakhir

Pagi ini dia datang menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh harap dan selalu membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar, aku sangat mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia., meski dia sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu, akupun kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan perkataan orang lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Elga, meskipun dia sering menghianati cintaku.

“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”

Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.

“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.

Malam ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.

“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”

“Makasih. Kita jadi dinner kan?”

“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”

“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”

Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.

Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Elga benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Elga, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.

“Kenapa El? Mienya gak enak?”

“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”

“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”

Aku yakin, Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Elga mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami selama ini. Elga sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Elga. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.

Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.

“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”

“Yakin di saku gak ada?”

“Gak ada. Gimana dong?”

“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”

“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”

Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik tanganku.

“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”

Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.

“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”

“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”

“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”

Flora bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku, itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga dan takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.

Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, apa Elga akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Elga.

“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”

“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”

“Emang kakak kamu mau kemana El?”

“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”

“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”

“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”

“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus El!”

“Nilam, ini gak…….”

Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Elga tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.

Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Elga, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Elga yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.

Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Elga. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.

“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!

“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”

“Tapi Nilam…..”

Aku berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………

“Elgaaaa…..”

Elga tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Elga.

“Elga, maafin aku!”

“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”

“Elgaaaaaa……”

Elga meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Elga semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.

Satu minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.

“Nilam sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”

“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”

Kubuka bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.

Dear Nilam,
Nilam sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Love You
Elga

Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin pemberian Elga, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.

“Bu, aku udah nikah sama Elga!”

“Nilam, kenapa sayang?”

“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Elga dijari manisku.

“Nilam, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”

“Sekarang aku mau cerai sama Elga Bu!” kulepas cincin pemberian Elga dan memberikannya pada Ibu.

“Aku titip cincin pernikahanku dengan Elga Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama
Like bagikan :)

25 February 2013 by Admin · 0

24 February 2013

25. Cerita Mengharukan Derita Seorang Janda

Sungguh sangat menyedihkan kisah perjalanan seorang manusia, sebut saja Novi. Seorang janda muda dengan dua anak laki-laki yang masih kecil yaitu SD kelas 4 dan kelas 3. Usianya masih belum genap 40 tahun namun perjalanan hidupnya harus berakhir dengan perceraian. Bukan hanya perceraian yang menjadi persoalan namun kisah perjalanan hidupnya yang sangat menyedihkan.

Novi seorang gadis yang agak pendiam, wajahnya lumayan manis, namun saking pendiamnya sehingga dia tidak memiliki teman pria. Usianya sudah di atas 25 tahun, biasanya seorang ibu pasti menanyakan apakah sudah punya teman pria yang bisa dikenalkan dengan keluarganya atau belum. Nah mungkin karena Novi belum punya teman pria akhirnya orang tuanya menjodohkan Novi dengan pria duda tanpa anak yang sudah memiliki pekerjaan tetap di sebuah BUMN.

Pernikahan yang sederhana telah digelar, duda yang siap menjadi pendamping hidupnya berbeda usia sekitar 15 tahun-an. Namun karena duda tanpa anak dan kebetulan memang memiliki baby face maka perbedaan usia tidaklah begitu nampak. Kebahagiaan mereka begitu lengkap ketika kelahiran putra pertama. Lalu belum genap dua tahun lahirlah putra kedua. Bagi mereka dua anak sudah cukup mengingat usia ayahnya sudah kepala empat.

Perjalanan rumah tangga mereka sangat harmonis, hampir setiap pagi sebut saja Pak Wawan meyempatkan diri momong putranya jalan-jalan pagi sebelum berangkat kerja. Sementara Bu Wawan menyiapkan sarapan pagi buat keluarga tercinta.

Lama tak terdengar kabarnya, pada saat menghadiri pernikahan di sebuah gedung bu Wawan menghampiri saya.

“Bu, mohon maaf saya belum pamit sama Ibu. Suami sudah purna tugas, saya dan anak-anak tinggal di desa sebelah. Dua bulan setelah memasuki masa purna tugas, saya dan suami resmi bercerai. Kami bercerai baik-baik karena ada masalah yang tidak bisa saya ceritakan. Suami masih memberi nafkah buat anak-anak karena anak-anak masih ikut saya. Kegiatan saya sekarang menerima jahitan baju untuk menyambung hidup. Mantan suami saya kembali ke rumah orang tuanya di kota lain.”

Subhanallah Bu Wawan cerita tanpa air mata, begitu tegar dia menghadapi masalah sendiri. Padahal biasanya jika ada masalah dalam rumah tangga, pasti seorang ibu tidak bisa menyimpan sendirian.

Beberapa hari yang lalu ayah dari Bu Wawan telah berpulang ke rahmatullah, seperti biasa kami ta’ziyah berbela sungkawa ke rumahnya. Dalam keadaan berduka cita Bu Wawan menyampaikan permohonan maaf dan pamit mau pindah ke Surabaya ke rumah orang tuanya. Kami semua saling berpandangan penuh tanda tanya. Dengan sangat hati-hati seorang teman di antara kami memberanikan diri bertanya, “Lho kenapa pindah Surabaya?… Rumah ini kan baru ditempati belum genap setahun. Berarti sekolah anak-anak juga pindah …”

” Iya Bu, kami sudah berupaya namun memang harus demikian perjalanan hidup saya. Dua tahun menjelang purna tugas, suami saya sering komunikasi dengan mantan istrinya. Saya tidak tahu persis sejauh mana hubungan mereka. Toh akhirnya kami tidak bisa mempertahankan rumah tangga kami, akhirnya kami berpisah secara baik-baik. Lalu tidak lebih dari enam bulan semua berjalan lancar. Saya dan anak-anak menempati rumah yang kami bangun sebelum masa pensiun, saya menerima jahitan baju, sementara suami memilih pulang ke rumah orang tuanya. Setelah orang tua saya meninggal dua minggu yang lalu, kami membuat keputusan baru. Suami dan anak-anak akan menempati rumah ini, saya yang akan kembali ke rumah orang tua saya. Saya dulu datang tidak membawa apa-apa dan akan kembali kepada orang tua seperti semula. Anak-anak saya biarkan ikut ayahnya agar tetap bisa melanjutkan sekolahnya. Ada kabar ayahnya anak-anak akan kembali pada mantan istrinya yang dulu … entahlah, biarkan Allah yang memilihkan jalan yang terbaik untuk saya,” Bu Wawan mengakhiri ceritanya.

Kami hanya bisa mendo’akan semoga ada jalan yang terbaik buat Bu Wawan atau Bu Novi. Perlu diketahui perceraian Pak Wawan dengan istri pertamanya lantaran belum dikaruniani keturunan. Namun setelah dapat keturunan mereka bisa menyatu kembali. Apa ada kesengajaan atau tidak??? Wallahu’alam.

24 February 2013 by Admin · 2

23 February 2013

24. Cerita Mengharukan Khusus Buat Cewek

”Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus”

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!.

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

23 February 2013 by Admin · 0

Copyright Since @2013 Oleh CERITA MENGHARUKAN